7 Jenis Suplemen Protein Berkarbohidrat Rendah
sfidn.com - Seperti yang sudah kita ketahui bersama-sama bahwa protein memiliki banyak fungsi yang baik untuk tubuh, dari mulai meningkatkan massa otot, mempercepat pemulihan otot, membantu program penurunan berat badan, mengontrol gula darah, hingga menjaga kesehatan para lansia. Walaupun kebutuhan protein memang bisa dipenuhi dengan mengonsumsi asupan makanan tinggi protein, namun suplemen protein mampu menawarkan cara yang mudah, aman, dan nyaman dalam memenuhi serta meningkatkan asupan protein. Tidak jarang, banyak dari mereka yang menjalani program diet rendah karbohidrat atau diet keto yang beralih mengonsumsi suplemen protein untuk membantu program dietnya.
Namun, memilih bentuk dan jenis suplemen yang rendah karbo saat ini tergolong susah untuk orang awam, karena banyaknya jenis, merk, dan bentuk suplemen protein di pasaran. Untungnya, ada beberapa jenis suplemen protein yang memiliki kandungan karbohidrat rendah, sehingga bisa dijadikan pilihan untuk Anda yang ingin mengonsumsi suplemen rendah protein karbohidrat. Berikut ini adalah 7 suplemen protein rendah karbohidrat untuk Anda.
1. Whey Protein Isolate
Whey protein adalah salah satu dari dua jenis protein yang berasal dari susu. karena profil asam amino di dalamnya, sekelompok peneliti dari Exercise Metabolism Research Group menjelaskan bahwa whey protein adalah sumber protein berkualitas tinggi yang dapat dicerna dan diserap secara cepat oleh tubuh. Whey protein pun terbagi menjadi whey protein konsentrat, whey protein isolat dan whey protein hidrolisat.
Selama proses pembuatan suplemen whey protein, terdapat banyak laktosa, atau gula susu, yang tersaring lalu menyisakan produk yang terkondensasi yang di sebut dengan whey protein konsentrat. Whey protein konsentrat memiliki kandungan protein sebesar 35-80% berdasarkan takaran per porsinya. Selanjutnya, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of sports science & medicine menjelaskan bahwa whey protein kemudian di proses lebih lanjut dan disaring untuk mendapatkan produk yang lebih terkonsentrasi yang kita sebut dengan whey protein isolate yang memiliki kandungan protein sebanyak 90-95% per takarannya. Whey protein isolate terbukti memiliki persentase kemurnian protein yang lebih tinggi dan memiliki kandungan karbohidrat terendah per takaran scoopnya dari pada whey protein konsentrat.
2. Protein Kasein
Salah satu bentuk protein lainnya dari susu adalah kasein. Jenis protein ini masih tergolong tinggi dan mampu di serap lebih lambat oleh tubuh dari pada whey. Oleh karena itu, banyak orang yang mengonsumsi suplemen protein kasein sebelum tidur, atau sebelum melakukan puasa. Sama seperti whey, suplemen kasein juga melewati berbagai proses untuk mengkestraksi karbohidrat dan lemak pada susu, hingga hanya menghasilkan protein kaseinnya saja.
Suplemen kasein tidak hanya memiliki kandungan karbohidrat yang rendah dan protein yang tinggi saja, namun juga merupakan sumber kalsium yang baik. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal National Academies Press menjelaskan bahwa kalsium adalah salah satu mineral yang penting dan dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan tulang, mengatasi kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika Anda memilih suplemen protein kasein, disarankan untuk menggunakan air yang lebih banyak untuk mencampur suplemen protein kasein, karena suplemen protein kasein cenderung akan menggumpal saat diaduk.
3. Protein Telur
Para peneliti telah sepakat bahwa telur adalah salah satu makanan paling bergizi yang bisa Anda jadikan pilihan makanan sehat. Satu penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nutrition Reviews menjelaskan bahwa telur memiliki kandungan protein vitamin dan mineral penting serta nutrisi lainnya seperti kolin yang berperan penting untuk fungsi otak dan sistem saraf pusat yang baik. Suplemen protein yang hadir dalam bentuk bubuk diproduksi dengan cara mengeluarkan kuning telur dan menggunakan putih telur untuk diubah menjadi bubuk. Sekelompok peneliti dari University of Nebraska-Lincoln, USA menjelaskan bahwa saat suplemen protein telur diproduksi, putih telurnya juga akan dipasteurisasi guna menonaktifkan kandungan avidin di dalamnya. Avidin adalah suatu protein yang mampu menghambat penyerapan biotin, salah satu bentuk vitamin B yang penting untuk tubuh. Karena putih telur memiliki kandungan karbohidrat dan lemak dalam jumlah yang sedikit, maka suplemen protein putih telur masuk ke dalam suplemen protein yang rendah karbohidrat.
Selain protein putih telur, ada juga protein kuning telur yang hadir dalam suplemen berbentuk bubuk. Namun, suplemen ini memiliki kandungan kolesterol yang relatif tinggi, dan telah lama dipercaya mampu meningkatkan kadar kolesterol dan bisa menyebabkan penyakit jantung. Penelitian menunjukkan bahwa kolesterol pada makanan hanya berpengaruh sedikit dan bahkan tidak berpengaruh sama sekali pada kadar kolesterol darah di kebanyakan orang. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nutrients pada tahun 2017 menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kolesterol yang dikonsumsi dengan risiko penyakit jantung.
4. Protein Kolagen
Protein kolagen adalah jenis protein yang bisa di temukan banyak di dalam tubuh. Sebuah buku yang berjudul The Fibrous Proteins of the Matrix menjelaskan bahwa protein kolagen bisa ditemukan pada rambut, kulit, kuku tilang, ligamen, dan otot tendon manusia. Sekelompok peneliti dari University of Kiel, Germany menjelaskan bahwa komposisi yang unik dari kolagen mampu memberikan banyak manfaat pada kesehatan seperti memperbaiki komposisi tubuh pada para lansia, dan meningkatkan kesehatan kulit dan sendi tubuh.
Protein kolagen juga sering disebut dengan kolagen peptida, karena dibuat dari produk hewani, seperti produk limbah hewan yaitu kulit sapi, tulang sapi, tulang ayam, membran kulit telur, dan juga sisik ikan. Sebagian besar produk suplemen protein kolagen hadir dengan tanpa rasa, sehingga bagus untuk dijadikan minuman seperti halnya kopi. Terlebih lagi, suplemen protein kolagen juga bebas karbohidrat. Bahkan saat ini, ada beberapa produk suplemen protein kolagen yang ditambah dengan MCT atau Medium-Chain Triglycerides. Satu penelitian yang diterbitkan Journal of Nutrition and Metabolism pada tahun 2018 menjelaskan bahwa MCT merupakan salah satu lemak yang mudah dicerna dan diserap oleh tubuh untuk dijadikan pilihan bahan bakar energi, terutama saat Anda sedang membatasi asupan karbohidrat.
5. Isolat Protein Kedelai
Kacang kedelai adalah jenis kacang-kacang yang secara alami memiliki kandungan protein yang tinggi. Sebuah studi yang diterbitkan dalam The Journal of Nutrition menjelaskan bahwa suplemen protein kedelai di produksi dengan cara menggiling kedelai hingga menjadi tepung dan menjadi protein isolat kedelai, yang memiliki kemurnian protein sebanyak 90-95% dan tentu saja bebas dari karbohidrat. Namun perlu diingat bahwa ada beberapa produsen yang menambahkan gula dan perasa yang memiliki kandungan karbohidrat.
6. Isolat Protein Kacang Polong
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Journal of the International Society of Sports Nutrition tahun 2015 juga menjelaskan bahwa kacang plong adalah jenis lain dari kacang-kacangan yang secara alami memiki kandungan protein yang cukup besar. Sama seperti protein isolat kedelai, protein isolat kacang polong dibuat dengan menggiling kacang polong yang kering hingga menjadi bubuk dan mengekstraksi kandungan karbohidrat, hingga menyisakan bubuk kacang polong yang sudah terisolasi. Beberapa produsen juga sering menambahkan gula dengan alasan untuk meningkatkan rasa, padahal tambahan gula tersebut sama saja dengan menambah kandungan karbohidrat.
7. Isolat Protein Beras
Protein beras adalah protein yang cukup terkenal karena sifatnya yang hipoalergenik, artinya tidak menyebabkan reaksi alergi. Kalman, D. dalam penelitiannya yang diterbitkan pada tahun 2014 menjelaskan bahwa suplemen protein beras memiliki kemurnian protein sebesar 80% berdasarkan takaran penyajiannya. Walaupun kadar kemurniannya lebih rendah dari suplemen protein kedelai atau suplemen protein kacang polong, namun kandungan karbohidratnya jauh lebih rendah karena protein beras yang digunakan biasanya berasal dari beras merah, sehingga kandungan karbohidrat di dalamnya akan lebih mudah terpisah.
Bagaimana Cara Menambahkan Perasa pada produk suplemen protein yang tidak Memiliki Rasa?
Jika Anda menggunakan suplemen protein hewani ataupun suplemen protein nabati yang tidak memiliki rasa atau hambar, ada beberapa cara agar suplemen protein Anda menjadi lebih lezat, yaitu dengan cara:
- Mencampurkan suplemen protein dengan bubuk cokelat
- Mencampurkan suplemen protein dengan minuman rendah kalori seperi susu almond atau minuman lainnya
- Mencampurkan suplemen protein dengan sirup bebas gula.
- Mencampurkan suplemen protein dengan satu sendok pemanis buatan seperti splenda atau pemanis alami seperti ekstrak buah stevia atau ekstrak buah monk
- Mencampurkan suplemen protein dengan oatmeal
- Mencampurkan suplemen protein dengan ekstrak perasa alami atau rempah-rempah lain seperti kayu manis
- Mencampurkan suplemen protein dengan puding tanpa rasa dan bebas gula
Kesimpulan
Suplemen protein adalah cara yang paling mudah untuk melengkapi asupan protein harian Anda. Namun pada dasarnya, hanya ada 7 suplemen protein saja yang memiliki kandungan rendah karbohidrat, yaitu whey protein isolat, protein kasein, protein telur, protein kolagen, isolat protein kedelai, isolat protein kacang polong, dan isolat protein beras. Ke-7 jenis suplemen protein tersebut sangat cocok untuk Anda yang sedang menjalani diet rendah karbohidrat, diet keto, memiliki alergi terhadap susu, intoleransi laktosa, atau penderita diabetes yang memang harus menghindari asupan karbohidrat.
Namun, perlu diketahui pula bahwa ada beberapa produsen yang menambahkan gula atau perasa tertentu untuk menambahkan kelezatan pada produknya. Oleh karena itu, perhatikanlah label komposisi dan informasi nilai gizi pada produk yang Anda pilih. Jika Anda ingin suplemen protein rendah karbohidrat tanpa rasa Anda memiliki rasa yang lebih nikmat dan lezat, Anda bisa menambahkan beberapa bahan alami atau rempah-rempah alami yang bebas gula dan rendah kalori.
Referensi
- https://dairyprocessinghandbook.tetrapak.com/chapter/casein
- https://dairyprocessinghandbook.tetrapak.com/chapter/whey-processing
- Babault, N., Païzis, C., Deley, G., Guérin-Deremaux, L., Saniez, M.-H., Lefranc-Millot, C., & Allaert, F. A. (2015). Pea proteins oral supplementation promotes muscle thickness gains during resistance training: a double-blind, randomized, Placebo-controlled clinical trial vs. Whey protein. Journal of the International Society of Sports Nutrition, 12(1), 3.doi:10.1186/s12970-014-0064-5
- Boirie, Y., Dangin, M., Gachon, P., Vasson, M.-P., Maubois, J.-L., & Beaufrere, B. (1997). Slow and fast dietary proteins differently modulate postprandial protein accretion. Proceedings of the National Academy of Sciences, 94(26), 14930–14935.doi:10.1073/pnas.94.26.14930
- Devries, M. C., & Phillips, S. M. (2015). Supplemental Protein in Support of Muscle Mass and Health: Advantage Whey. Journal of Food Science, 80(S1), A8–A15.doi:10.1111/1750-3841.12802
- D C. Harvey, C. J., Schofield, G. M., Williden, M., & McQuillan, J. A. (2018). The Effect of Medium Chain Triglycerides on Time to Nutritional Ketosis and Symptoms of Keto-Induction in Healthy Adults: A Randomised Controlled Clinical Trial. Journal of Nutrition and Metabolism, 2018, 1–9.doi:10.1155/2018/2630565
- Edmund W. Lusas, Mian N. Riaz, Soy Protein Products: Processing and Use, The Journal of Nutrition, Volume 125, Issue suppl_3, March 1995, Pages 573S–580S
- Frey, J. (2004). Collagen, ageing and nutrition. Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (CCLM), 42(1).doi:10.1515/cclm.2004.003
- Griffin, B. A. (2016). Eggs: good or bad? Proceedings of the Nutrition Society, 75(03), 259–264.doi:10.1017/s0029665116000215
- Groen, B. B. L., Res, P. T., Pennings, B., Hertle, E., Senden, J. M. G., Saris, W. H. M., & van Loon, L. J. C. (2012). Intragastric protein administration stimulates overnight muscle protein synthesis in elderly men. American Journal of Physiology-Endocrinology and Metabolism, 302(1), E52–E60. doi:10.1152/ajpendo.00321.2011
- Hoffman, J. R., & Falvo, M. J. (2004). Protein - Which is Best?. Journal of sports science & medicine, 3(3), 118–130.
- Institute of Medicine (US) Committee to Review Dietary Reference Intakes for Vitamin D and Calcium; Ross AC, Taylor CL, Yaktine AL, et al., editors. Dietary Reference Intakes for Calcium and Vitamin D. Washington (DC): National Academies Press (US); 2011. 2, Overview of Calcium.
- Kalman, D. (2014). Amino Acid Composition of an Organic Brown Rice Protein Concentrate and Isolate Compared to Soy and Whey Concentrates and Isolates. Foods, 3(3), 394–402.doi:10.3390/foods3030394
- Lodish H, Berk A, Zipursky SL, et al. Molecular Cell Biology. 4th edition. New York: W. H. Freeman; 2000. Section 22.3, Collagen: The Fibrous Proteins of the Matrix. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21582/
- Miranda, J., Anton, X., Redondo-Valbuena, C., Roca-Saavedra, P., Rodriguez, J., Lamas, A., … Cepeda, A. (2015). Egg and Egg-Derived Foods: Effects on Human Health and Use as Functional Foods. Nutrients, 7(1), 706–729.doi:10.3390/nu7010706
- Missimer, A., DiMarco, D., Andersen, C., Murillo, A., Vergara-Jimenez, M., & Fernandez, M. (2017). Consuming Two Eggs per Day, as Compared to an Oatmeal Breakfast, Decreases Plasma Ghrelin while Maintaining the LDL/HDL Ratio. Nutrients, 9(2), 89.doi:10.3390/nu9020089
- Proksch, E., Segger, D., Degwert, J., Schunck, M., Zague, V., & Oesser, S. (2014). Oral Supplementation of Specific Collagen Peptides Has Beneficial Effects on Human Skin Physiology: A Double-Blind, Placebo-Controlled Study. Skin Pharmacology and Physiology, 27(1), 47–55.doi:10.1159/000351376
- Zeisel, S. H., & da Costa, K.-A. (2009). Choline: an essential nutrient for public health. Nutrition Reviews, 67(11), 615–623.doi:10.1111/j.1753-4887.2009.00246.x
- Zempleni, J., Hassan, Y. I., & Wijeratne, S. S. (2008). Biotin and biotinidase deficiency. Expert Review of Endocrinology & Metabolism, 3(6), 715–724.doi:10.1586/17446651.3.6.715