Kafein dan Gangguan Kecemasan
sfidn.com – Kafein bekerja dengan cara merangsang otak dan sistem saraf pusat yang dapat membantu menjaga kesadaran dan mencegah rasa lelah. Beberapa penelitian bahkan menemukan bahwa kafein dapat meningkatkan metabolisme, stamina, dan performa latihan. Tak heran, kafein menjadi salah satu zat psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Di saat yang sama, kafein disebut memiliki efek samping yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena gangguan kecemasan. Penelitian dan ahli pun menyatakan hal serupa. Namun, gangguan kecemasan sama seperti penyakit mental lainnya yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Oleh karena itu, mari ketahui lebih dalam apa itu gangguan kecemasan dan bagaimana kafein dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang.
Apa itu Gangguan Kecemasan?
Kecemasan sebenarnya adalah respons alami tubuh dalam melepaskan stres berupa perasaan takut atau khawatir pada apa yang akan terjadi. Namun, ketika kecemasan ini berlangsung cukup lama (lebih dari enam bulan) dan mengganggu kehidupan, bisa jadi seseorang terkena gangguan kecemasan atau biasa disebut dengan anxiety disorder. Gangguan kecemasan termasuk penyakit mental, yang jika dibiarkan akan membuat seseorang terus kesulitan dalam menjalankan kehidupan secara normal. Kekhawatiran dan ketakutan menyertai mereka sepanjang waktu. Menurut National Institute of Mental Health, sekitar 31% orang dewasa di Amerika Serikat pernah mengalami gangguan kecemasan. American Psychiatric Association pun menambahkan bahwa wanita lebih mungkin terkena gangguan kecemasan daripada pria.
Gangguan kecemasan juga bisa menjadi gambaran atas suatu kondisi, misalnya gangguan panik (panic disorder), fobia, gangguan kecemasan sosial (obsessive-compulsive disorder), obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder), gangguan kecemasan akan perpisahan atau jarak (separation anxiety disorder), gangguan kecemasan akan penyakit (illness anxiety disorder), hingga PTSD (post-traumatic stress disorder). Gejala kecemasan biasanya berbeda-beda. Namun umumnya, gejala kecemasan ditandai dengan peningkatan denyut jantung, peningkatan laju pernapasan, kegelisahan, ketakutan, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan tidur.
Bagaimana Cara Kerja Kafein di dalam Tubuh?
Kafein adalah bahan kimia alami yang ditemukan di lebih dari 60 tanaman, baik di daun-daunan, kacang-kacangan, maupun buah-buahan. Kafein paling banyak ditemukan di kopi, teh, dan tanaman kakao. Sementara, makanan dan minuman berenergi, minuman bersoda, serta makanan dan minuman dengan tambahan kopi atau cokelat, mengandung jumlah kafein yang berbeda-beda tergantung porsi dan merek.
Ketika dikonsumsi, kafein dengan cepat diserap oleh usus ke aliran darah. Dari sana, kafein bergerak memasuki hati untuk kemudian dipecah menjadi senyawa organik yang dapat mempengaruhi fungsi beberapa organ, terutama otak. Sebuah penelitian berjudul The Role and Regulation of Adenosine in the Central Nervous System menemukan bahwa kafein berfungsi memblokir adenosin, yakni neurotransmitter yang melemaskan otak dan membuat tubuh merasa lelah.
Kadar adenosin biasanya meningkat sepanjang hari, yang ketika diakumulasi akan membuat tubuh merasa lelah dan ingin tidur. Asupan kafein membantu tubuh tetap terjaga dengan menghubungkannya ke reseptor adenosin di otak tanpa mengaktifkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Ferré, S, dalam bukunya yang berjudul An Update on The Mechanisms of The Psychostimulant Effects of Caffeine, dimana dikatakan bahwa kafein akan memblokir efek adenosin sehingga rasa lelah dapat berkurang. Kafein juga akan meningkatkan kadar adrenalin di dalam darah dan meningkatkan aktivitas otak dari neurotransmitter dopamin dan norepinefrin. Kondisi tersebut akhirnya akan merangsang otak untuk meningkatkan semangat, fokus, dan kewaspadaan.
Kafein dalam Meningkatkan Gangguan Kecemasan
Jika melihat dari cara kerja kafein di dalam tubuh, pengaruh kafein dalam meningkatkan resiko gangguan kecemasan sebenarnya berasal dari peningkatan kewaspadaan. Ini bisa terjadi ketika dosis yang dikonsumsi terlalu tinggi atau ketika seseorang tidak mampu menoleransi kafein. Beberapa ahli dan psikolog, seperti Rolland Griffiths, Norman B. Schmidth, Susan Bowling, dan Julie Radico menyatakan bahwa seseorang dengan gangguan kecemasan lebih beresiko dalam menoleransi kafein. Pasalnya, efek alami kafein yang berupa peningkatan fungsi tubuh, seperti detak jantung, pernapasan, hingga suhu badan, semuanya dapat memicu dan memperburuk gejala kecemasan. Ketika kafein benar tidak dapat ditoleransi, gejala seperti rasa gelisah, gugup, sakit kepala, telinga berdengung, hingga kesulitan tidur bukan tidak mungkin akan datang menyertai.
Berkaitan dengan dosis, penelitian dan ahli menyatakan bahwa konsumsi kafein yang berlebihan lah yang dapat menyebabkan gangguan kecemasan. Penelitian menemukan bahwa dosis kafein yang tinggi akan menyebabkan kewaspadaan berubah menjadi sebuah kecemasan. Studi lain berjudul Neuropsychiatric Effects of Caffeine juga mencatat bahwa konsumsi kafein yang berlebihan dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan gangguan kejiwaan, seperti kesulitan tidur, kecemasan, gejala psikotik, hingga rasa permusuhan yang meningkat.
Beberapa penelitian dikatakan oleh Susan Bowling, psikolog di Women’s Health Center di Wooster Branch of Cleveland Clinic, menunjukkan bahwa mengonsumsi lebih dari 200 mg kafein atau sekitar dua cangkir per hari dapat meningkatkan kemungkinan seseorang yang sensitif terhadap kafein mengalami kecemasan dan serangan panik. Julie Radico, psikolog klinis di Penn State Health menyarankan agar kita mengetahui kondisi kesehatan fisik maupun mental, serta mengetahui batasan dalam mengonsumsi asupan. Kafein dosis rendah yang berkisar di angka 50-200 mg masihlah aman. Sementara, mengonsumsi lebih dari 400 mg dalam sekali waktu dapat menyebabkan perasaan terlalu bersemangat, cemas, jantung berdebar, mual, hingga sakit perut.
Kesimpulan
Kafein sebenarnya dapat menjadi zat yang mampu memberikan dorongan energi. Namun, ketika dikonsumsi berlebihan, energi, fokus, dan tingkat kewaspadaan justru dapat berubah menjadi sebuah kecemasan. Kondisi ini besar kemungkinannya terjadi pada mereka yang tidak tolerir terhadap kafein hingga mereka yang memiliki gangguan kecemasan. Oleh karena itu, penelitian dan ahli menyarankan untuk mengetahui kondisi fisik dan mental kita, serta mengetahui batasan asupan kita. Kafein dengan dosis 50-200 mg masihlah aman jika ingin dikonsumsi. Sementara, bagi mereka yang mungkin memiliki gejala kecemasan, sebaiknya menghindari konsumsi kafein atau mengonsultasikannya terlebih dahulu kepada dokter.
Referensi
-
https://www.livestrong.com/article/83671-caffeine-anxiety/
-
https://www.healthline.com/health/caffeine-and-anxiety
-
https://www.healthline.com/health/anxiety
-
https://www.healthline.com/nutrition/what-is-caffeine
-
https://www.webmd.com/anxiety-panic/news/20190719/is-caffeine-fueling-your-anxieties
-
https://www.webmd.com/anxiety-panic/guide/anxiety-disorders#1
-
https://www.health.com/anxiety/how-coffee-increases-anxiety
-
https://www.psychiatry.org/patients-families/anxiety-disorders/what-are-anxiety-disorders
-
https://www.nimh.nih.gov/health/topics/anxiety-disorders/index.shtml
-
https://www.health.harvard.edu/blog/eating-well-to-help-manage-anxiety-your-questions-answered-2018031413460
-
Ferré, S. (2008). An update on the mechanisms of the psychostimulant effects of caffeine. J Neurochem, 105(4), 1067-79. doi: 1111/j.1471-4159.2007.05196.x
-
Winston, A. P., Hardwick, E., Jaberi, N. (2005). Neuropsychiatric effects of caffeine. Advances in Psychiatric Treatment, 11(6), 432-439. doi: 10.1192/apt.11.6.432
-
Lara, D. R. (2010). Caffeine, mental health, and psychiatric disorders. J Alzheimers Dis, 20 Suppl 1, S239-48. doi: 10.3233/JAD-2010-1378
-
Dunwiddie, T. V., Masino, S. A. (2001). The role and regulation of adenosine in the central nervous system. Annu Rev Neurosci, 24, 31-55. doi: 1146/annurev.neuro.24.1.31