sfidn - Kandungan Pemanis Buatan Pada Produk Suplemen, Baik atau Tidak?

Kandungan Pemanis Buatan Pada Produk Suplemen, Baik atau Tidak?

sfidn.com - Dewasa ini, kita bisa melihat dan merasakan berbagai produk suplemen yang kita konsumsi memiliki kandungan pemanis buatan, dan kandungan ini telah sering menjadi perdebatan yang sengit. Di antara mereka ada yang mengklaim bahwa pemanis buatan bisa meningkatkan resiko kanker, membahayakan gula darah, dan kesehatan usus. Di sisi lain, ada juga yang mengklaim bahwa sebagian besar otoritas kesehatannya menyatakan aman, sehingga banyak orang yang mengonsumsinya untuk mengurangi asupan gula dan menurunkan berat badan. Lantas, bagaimana kandungan pemanis buatan yang ada pada suplemen fitnes kita? Aman atau tidak? pada kesempatan kali ini kami akan mengulas data dan fakta tentang efek pemanis buatan untuk kesehatan kita.

 

Apa itu Pemanis Buatan?

Pemanis buatan atau bahan pengganti gula adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan pada beberapa makanan dan minuman, termasuk produk suplemen, untuk menimbulkan rasa manis. Beberapa orang ada yang menyebutnya sebagai pemanis yang intens karena kandungan ini mampu memberikan rasa yang mirip dengan gula namun lebih manis lagi. Beberapa peneliti dari Pennsylvania State University, US menyatakan bahwa walaupun beberapa pemanis memiliki kandungan kalori, namun jumlah yang dibutuhkan untuk mempermanis suatu produk sangatlah kecil jumlahnya sehingga hampir tidak memiliki kalori.

 

Bagaimana Cara Kerja Pemanis Buatan?

Berdasarkan pernyataan yang di kutip dari laman informedhealth.org, permukaan lidah kita dilapisi oleh banyak perasa, masing-masing permukaan tersebut memiliki beberapa reseptor rasa yang mampu mendeteksi berbagai reseptor rasa yang berbeda. Saat Anda mengonsumsi makanan, reseptor rasa dari lidah Anda akan memproses molekul makanan. Masih dari laman yang sama, di sana tertulis bahwa kesesuaian rasa sempurna antar reseptor dan molekul makanan akan mengirimkan suatu sinyal ke otak dan otak akan mengidentifikasi rasa yang cocok untuk makanan tersebut. Sebagai contoh, molekul gula sangat sempurna dan cocok dengan reseptor rasa manis di lidah, sehingga memungkinkan otak Anda untuk mengidentifikasi rasa manis tersebut.

 

Nah, molekul pemanis buatan memliki molekul yang cukup mirip dengan gula agar molekul tersebut sesuai dengan reseptor manis pada lidah. Namun, molekul pemanis buatan berbeda dengan gula yang biasanya bisa dipecah menjadi kalori. Jadi, molekul pemanis buatan mampu memberikan rasa manis tanpa tambahan kalori. Hanya sebagian diantaranya yang memiliki senyawa yang mampu dipecah oleh tubuh menjadi kalori.

 

Jenis-Jenis Pemanis Buatan

Dilansir dari laman www.fda.gov  dan www.food.gov.uk, beberapa jenis pemanis ini sangat aman dan diizinkan untuk dikonsumsi di Amerika dan Uni Eropa adalah:

1. Aspartame. Dijual dengan nama merek NutraSweet, Equal, atau Sugar Twin, aspartame 200 kali lebih manis daripada gula pasir.

2. Acesulfame potassium. Juga dikenal sebagai acesulfame K, 200 kali lebih manis dari gula pasir. Pemanis ini sangat cocok untuk memasak dan membuat kue serta dijual dengan merek Sunnet atau Sweet One.

3. Advantame. Pemanis ini 20.000 kali lebih manis dari gula pasir dan cocok untuk memasak serta memanggang.

4. Aspartame-acesulfame Salt. Dijual dengan nama merek Twinsweet, pemanis ini 350 kali lebih manis daripada gula pasir.

5. Cyclamate Memliki rasa yang 50 kali lebih manis dari gula pasir, digunakan untuk memasak dan membuat kue. Namun, pemanis ini telah dilarang di Amerika Serikat sejak tahun 1970.

6. Neotame. Dijual dengan nama merek Newtame, pemanis ini 13.000 kali lebih manis daripada gula pasir dan cocok untuk memasak dan membuat kue.

7. Neohesperidin Pemanis ini 340 kali lebih manis dari gula pasir dan cocok untuk memasak, membuat kue, dan mencampurkan makanan yang asam. Namun, pemanis ini ditolak di Amerika Serikat.

8. Saccharin. Dijual dengan nama merek Sweet'N Low, Sweet Twin, atau Necta Sweet, sakarin 700 kali lebih manis daripada gula pasir.

9. Sucralose 600 kali lebih manis dari gula pasir dan cocok untuk memasak, membuat kue, serta mencampurkan makanan yang asam. Pemanis ini dijual dengan nama merek Splenda.

 

Efek Pemanis Buatan Pada Kesehatan

Terdapat beberapa penelitian yang berbeda pada efek pemanis buatan untuk kesehatan tubuh. Berbagai penelitian pemanis ini dilakukan pada potensi atau hubungannya dengan penyakit diabetes, sindrom metabolik, kesehatan usus, kanker, kesehatan gigi, Aspartam, sakit kepala, depresi, dan kejang.

 

1. Efek Pemanis Buatan Pada Penderita Diabetes

Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal BMC Medicine, para peneliti menjelaskan bahwa para penderita diabetes masih bisa merasakan manis dengan memilih produk pemanis buatan, karena produk ini mampu memberikan rasa manis tanpa meningkatkan kadar gula darah. Namun, beberapa penelitian seperti yang diterbitkan dalam The American Journal of Clinical Nutrition dan British Journal of Nutrition melaporkan bahwa meminum soda secara berkepanjangan berkaitan dengan resiko 6 – 121% lebih besar terkena diabetes. Hal tersebut mungkin tampak kontradiktif, namun perlu diketahui bahwa semua studi penelitian tersebut bersifat observasional. Para peneliti tidak membuktikan bahwa pemanis buatan berpotensi menyebabkan diabetes, hanya saja mereka yang cenderung menderita diabetes tipe 2 sangat gemar meminum soda. Di sisi lain, telah banyak juga penelitian terkontrol yang menunjukkan bahwa pemanis buatan tidak memengaruhi kadar gula darah maupun insulin.

 

Sejauh ini, hanya terdapat satu studi kecil yang dilakukan pada tahun 2013 dengan judul Sucralose Affects Glycemic and Hormonal Responses to an Oral Glucose Load yang melibatkan wanita hispanik dengan hasil negatif. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa wanita yang meminum minuman dengan kandungan pemanis buatan sebelum meminum minuman manis alami terbukti memiliki kadar gula darah 14% lebih tinggi dan kadar insulin 20% lebih tinggi, dibandingkan dengan mereka yang minum air putih sebelum mengonsumsi minuman manis alami. Namun, para peserta tersebut tidak terbiasa meminum minuman manis buatan, sehingga mereka pun tidak bisa menjelaskan sebagian hasilnya. Terlebih lagi pemanis buatan memiliki potensi efek yang berbeda tergantung pada usia orang atau latar belakang genetik.

 

Sebagai contoh, penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa mengganti minuman yang dimaniskan gula dengan minuman yang dimaniskan secara artifisial menghasilkan efek yang lebih kuat di antara kaum muda Hispanik. Penelitian tersebut bisa dikaitkan dengan efek yang tidak terduga pada penelitian wanita hispanik sebelumnya. Walaupun hasil penelitian belum final, namun bukti ini bisa mendukung penggunaan pemanis buatan pada mereka yang menderita diabetes. Namun, masih banyak penelitian yang diperlukan untuk mengevaluasi efek jangka panjangnya pada orang atau penderita yang berbeda.

 

2. Efek Pemanis Buatan Pada Penderita Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik mengacu pada sekelompok kondisi medis, termasuk tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, lemak perut berlebih, dan kadar kolesterol abnormal. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit kronis, seperti stroke, penyakit jantung, dan diabetes tipe 2. Sekelompok peneliti dari University of Texas Health Sciences Center, USA menemukkan bahwa para peminum soda memiliki resiko hingga 36% lebih tinggi mengalami sindrom metabolik. Namun, penelitian dengan kualitas yang lebih tinggi pada tahun 2008 dan diterbitkan dalam jurnal Circulation melaporkan bahwa diet tinggi soda tidak memiliki efek ataupun efek protektif lainnya.

 

Penelitian lainnya yang diterbitkan pada tahun 2011 dengan judul Sucrose-sweetened beverages increase fat storage in the liver, muscle, and visceral fat depot: a 6-mo randomized intervention study. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa para penderita obesitas dan kelebihan berat badan terbiasa meminum seperempat galon (1 liter) soda biasa, diet soda, air, atau susu semi-skim setiap hari. Pada akhir penelitian tersebut, mereka yang minum diet soda memiliki berat 17-21% lebih sedikit, memiliki lemak perut 24-31% lebih rendah, kadar kolesterol 32% lebih rendah, dan tekanan darah 10-15% lebih rendah, dibandingkan dengan mereka yang minum soda biasa. Penelitian tersebut juga menunjukan bahwa meminum air putih biasa menawarkan manfaat yang sama dengan meminum diet soda.

 

3. Efek Pemanis Buatan Pada Kesehatan Usus

Bakteri usus memiliki peranan yang sangat penting dalam kesehatan Anda dan kesehatan usus yang buruk terkait dengan berbagai masalah, termasuk penambahan berat badan, kontrol gula darah yang buruk, sindrom metabolik, sistem kekebalan tubuh yang lemah, dan gangguan tidur. Komposisi dan fungsi bakteri di dalam usus ini bervariasi pada tiap individu dan dipengaruhi oleh asupan makanan, termasuk asupan pemanis buatan yang masuk kedalam tubuh.

 

Dalam sebuah penelitian yang berjudul Artificial sweeteners induce glucose intolerance by altering the gut microbiota ditemukan bahwa pemanis buatan saccharin mengganggu keseimbangan bakteri usus pada empat dari tujuh partisipan sehat yang tidak terbiasa mengonsumsinya. Keempat responden juga menunjukkan kontrol gula darah yang lebih buruk setelah hanya 5 hari mengonsumsi pemanis buatan. Terlebih lagi, ketika bakteri usus dari orang-orang ini dipindahkan ke tikus, hewan-hewan itu juga mengembangkan kontrol gula darah yang buruk. Namun di sisi lain, tikus-tikus yang diimplantasikan dengan bakteri usus dari "non-responder" tidak memiliki perubahan dalam kontrol gula darahnya. Walaupun hal ini menarik, namun diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum mendapatkan kesimpulan yang final.

 

4. Pemanis Buatan Pada Resiko Kanker

Pada tahun 1970-an, perdebatan panjang tentang apakah ada hubungan antara pemanis buatan dan risiko kanker telah sangat ramai diperbincangkan. Hal tersebut terjadi saat sebuah penelitian yang berjudul Bladder Tumors in Rats Fed Cyclohexylamine or High Doses of a Mixture of Cyclamate and Saccharin menemukan adanya peningkatan risiko kanker kandung kemih pada tikus yang diberi saccharin dan siklamat dengan jumlah sangat tinggi. Namun, proses pencernaan tikus pada saccharin tentunya berbeda dengan manusia. Setelah penelitan tersebut, ada lebih dari 30 penelitian yang menyimpulkan bahwa pemanis buatan tidak ada kaitannya dengan resiko atau perkembangan penyakit kanker.

 

Salah satunya adalah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Oncology di tahun 2006 yang diikuti 9.000 peserta selama 13 tahun dan menganalisis asupan pemanis buatan mereka. Setelah memperhitungkan faktor-faktor lainnya, para peneliti tidak menemukan adanya hubungan antara pemanis buatan dan risiko perkembangan berbagai jenis kanker. Selain itu, studi yang di lakukan tahun 2015 kemarin dan diterbitkan dalam International Journal of Clinical Practice selama periode 11 tahun tidak menemukan hubungan antara risiko kanker dan konsumsi pemanis buatan.

 

Penelitian diatas lantas dievaluasi oleh pihak otoritas regulasi AS dan Eropa yang dilansir dari laman efsa.europa.eu dan fda.gov. Kedua otoritas tersebut akhirnya sepakat bahwa pemanis buatan, ketika dikonsumsi dalam jumlah yang disarankan, tidak meningkatkan risiko kanker. Namun terdapat pengecualian pada siklamat, karena pada penelitian sebelumnya yang diterbitkan pada tahun 1970, jenis pemanis buatan ini memiliki keterkaitan dengan kanker kandung kemih pada tikus. Padahal setelah itu, penelitian ekstensif pada hewan telah gagal menunjukkan adanya hubungan kanker dengan siklamat. Namun, siklamat tidak pernah disetujui kembali untuk dikonsumsi di Amerika Serikat.

 

5. Efek Pemanis Buatan Pada Kesehatan Gigi

Gigi berlubang atau karies atau pembusukan rongga gigi terjadi saat bakteri pada gula memfermentasi rongga mulut Anda. Saat zat asam tersebut diproduksi, maka zat tersebut mampu merusak email gigi. Berbeda dengan gula, pemanis buatan tidak bereaksi dengan bakteri di dalam mulut Anda. Sederhananya, zat pemanis buatan tidak akan membentuk zat asam atau zat yang mampu menyebabkan kerusakan gigi. Penelitian yang di lakukan oleh sekelompok peneliti dari Columbia University School of Dental and Oral Surgery, New York bahkan menunjukkan bahwa zat pemanis buatan sucralose memiliki kemungkinan yang sangat kecil dalam merusak gigi daripada gula.

 

Oleh karena itulah pihak Food and Drug Administration (FDA) memperbolehkan berbagai produk dengan kandungan sucralose mengklaim produknya mampu mengurangi kerusakan gigi. The European Food Safety Authority (EFSA) pun menyatakkan bahwa semua pemanis buatan, ketika dikonsumsi sebagai pengganti gula, terbukti mampu menetralkan asam dan membantu mencegah kerusakan gigi.

 

6. Efek Pemanis Buatan Aspartam Pada Sakit Kepala, Depresi, dan Kejang

Beberapa pemanis buatan ternyata berpotensi menyebabkan beberapa gejala negatif, seperti sakit kepala, depresi, dan kejang pada beberapa orang. Sementara sebagian besar penelitian tidak menemukan hubungan antara pemanis buatan jenis aspartame dan sakit kepala, namun beberapa diantaranya ada yang mencatat bahwa pemanis buatan ini sensitif pada beberapa orang dari pada yang lainnya.

 

Hasil yang berbeda ini juga dapat berlaku untuk efek pemanis buatan aspartame pada depresi. Seperti satu penelitian yang dikeluarkan dalam jurnal Biological Psychiatry yang melaporkan bahwa individu dengan gangguan mood yang tidak beraturan berpotensi mengalami gejala depresi yang lebih tinggi sebagai respons tubuhnya terhadap konsumsi pemanis buatan aspartam. Pada akhir penelitian tersebut, kesimpulan terbesarnya adalah bahwa pemanis buatan tidak meningkatkan resiko kejang pada kebanyakan orang. Namun, studi lainnya yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Neurology menemukan adanya peningkatan aktivitas otak pada anak-anak dengan absen kejang.

 

Keamanan dan Efek Samping

Pada umumnya, Pemanis buatan cukup aman untuk dikonsumsi manusia. Kandungan ini telah melalui proses penelitian dan telah diatur secara teliti di Amerika dan berbegai otoritas Internasional untuk memastikannya aman dimakan dan diminum. Namun, ada beberapa orang yang harus menghindari kandungan pemanis buatan ini, seperti mereka yang memiliki kelainan metabolisme fenilketonuria yang langka sehingga tubuhnya tidak dapat memetabolisme asam amino fenilalanin yang terdapat pada pemanis buatan jenis aspartam. Oleh karenanya, mereka yang menderita kondisi tersebut harus menghindari asupan pemanis buatan aspartam.

 

Terlebih lagi pada beberapa orang yang alergi terhadap sulfonamid, suatu senyawa yang ada pada pemanis buatan jenis saccharin. Untuk para penderita alergi ini, saccharin mapu menyebabkan kesulitan bernapas, ruam, atau diare. Selain itu, penelitian yang diterbitkan pada tahun 2018 kemarin dengan judul Sucralose decreases insulin sensitivity in healthy subjects: a randomized controlled trial menunjukkan bahwa pemanis buatan tertentu seperti sucralose terbukti mampu mengurangi sensitivitas insulin dan mempengaruhi bakteri usus.

 

--- Related Article ---

 

Kesimpulan

Kembali pada pertanyaan, amankah penggunaan pemanis buatan pada produk suplemen? Secara keseluruhan, penggunaan pemanis buatan tersebut memang menimbulkan beberapa resiko, namun juga  memiliki manfaat untuk kontrol gula darah, dan kesehatan gigi. Pemanis ini sangat bermanfaat jika Anda menggunakannya untuk mengurangi jumlah gula tambahan dalam gaya hidup sehat Anda. Namun, potensi efek negatifnya bisa bervariasi tergantung individu dan bergantung pada jenis pemanis buatan yang dikonsumsi karena ada beberapa orang yang mengalami efek negatif setelah mengonsumsi pemanis buatan, walau sudah dinyatakan aman untuk dikonsumsi oleh kebanyakan orang. Untuk itu, jika Anda ingin menghindari produk suplemen dengan pemanis buatan, baca baik-baik tabel pembuatannya, jika Anda menemukan ada jenis pemanis buatan yang sudah dijelaskan di atas, Anda bisa mencari produk lainnya yang memang menggunakan pemanis alami.

 

Referensi:

  1. http://www.efsa.europa.eu/en/supporting/pub/1641
  2. https://www.fda.gov/food/food-additives-petitions/additional-information-about-high-intensity-sweeteners-permitted-use-food-united-states
  3. https://www.food.gov.uk/safety-hygiene/food-additives
  4. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279408/
  5. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11887514
  6. Ebbeling, C. B., Feldman, H. A., Chomitz, V. R., Antonelli, T. A., Gortmaker, S. L., Osganian, S. K., & Ludwig, D. S. (2012). A Randomized Trial of Sugar-Sweetened Beverages and Adolescent Body Weight. New England Journal of Medicine, 367(15), 1407–1416.doi:10.1056/nejmoa1203388 
  7. Fagherazzi, G., Vilier, A., Saes Sartorelli, D., Lajous, M., Balkau, B., & Clavel-Chapelon, F. (2013). Consumption of artificially and sugar-sweetened beverages and incident type 2 diabetes in the Etude Epidémiologique auprès des femmes de la Mutuelle Générale de l’Education Nationale–European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition cohort. The American Journal of Clinical Nutrition, 97(3), 517–523.doi:10.3945/ajcn.112.050997 
  8. Gallus, S., Scotti, L., Negri, E., Talamini, R., Franceschi, S., Montella, M., … La Vecchia, C. (2006). Artificial sweeteners and cancer risk in a network of case-control studies. Annals of Oncology, 18(1), 40–44.doi:10.1093/annonc/mdl346
  9. Haro, C., Garcia-Carpintero, S., Alcala-Diaz, J. F., Gomez-Delgado, F., Delgado-Lista, J., Perez-Martinez, P., … Perez-Jimenez, F. (2016). The gut microbial community in metabolic syndrome patients is modified by diet. The Journal of Nutritional Biochemistry, 27, 27–31.doi:10.1016/j.jnutbio.2015.08.011
  10. Kroger, M., Meister, K., & Kava, R. (2006). Low-calorie Sweeteners and Other Sugar Substitutes: A Review of the Safety Issues. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 5(2), 35–47.doi:10.1111/j.1541-4337.2006.tb00081.x 
  11. Lutsey, P. L., Steffen, L. M., & Stevens, J. (2008). Dietary Intake and the Development of the Metabolic Syndrome: The Atherosclerosis Risk in Communities Study. Circulation, 117(6), 754–761.doi:10.1161/circulationaha.107.716159 
  12. Ma, J., Bellon, M., Wishart, J. M., Young, R., Blackshaw, L. A., Jones, K. L., … Rayner, C. K. (2009). Effect of the artificial sweetener, sucralose, on gastric emptying and incretin hormone release in healthy subjects. American Journal of Physiology-Gastrointestinal and Liver Physiology, 296(4), G735–G739.doi:10.1152/ajpgi.90708.2008
  13. Maersk, M., Belza, A., Stødkilde-Jørgensen, H., Ringgaard, S., Chabanova, E., Thomsen, H., … Richelsen, B. (2011). Sucrose-sweetened beverages increase fat storage in the liver, muscle, and visceral fat depot: a 6-mo randomized intervention study. The American Journal of Clinical Nutrition, 95(2), 283–289.doi:10.3945/ajcn.111.022533
  14. Mishra, A., Ahmed, K., Froghi, S., & Dasgupta, P. (2015). Systematic review of the relationship between artificial sweetener consumption and cancer in humans: analysis of 599,741 participants. International Journal of Clinical Practice, 69(12), 1418–1426.doi:10.1111/ijcp.12703 
  15. Nettleton, J. A., Lutsey, P. L., Wang, Y., Lima, J. A., Michos, E. D., & Jacobs, D. R. (2009). Diet Soda Intake and Risk of Incident Metabolic Syndrome and Type 2 Diabetes in the Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA). Diabetes Care, 32(4), 688–694.doi:10.2337/dc08-1799
  16. Pepino, M. Y., Tiemann, C. D., Patterson, B. W., Wice, B. M., & Klein, S. (2013). Sucralose Affects Glycemic and Hormonal Responses to an Oral Glucose Load. Diabetes Care, 36(9), 2530–2535.doi:10.2337/dc12-2221 
  17. Price, J. M., Biava, C. G., Oser, B. L., Vogin, E. E., Steinfeld, J., & Ley, H. L. (1970). Bladder Tumors in Rats Fed Cyclohexylamine or High Doses of a Mixture of Cyclamate and Saccharin. Science, 167(3921), 1131–1132.doi:10.1126/science.167.3921.1131
  18. Romo-Romo, A., Aguilar-Salinas, C. A., Brito-Córdova, G. X., Gómez-Díaz, R. A., & Almeda-Valdes, P. (2018). Sucralose decreases insulin sensitivity in healthy subjects: a randomized controlled trial. The American Journal of Clinical Nutrition, 108(3), 485–491.doi:10.1093/ajcn/nqy152
  19. Sathyapalan, T., Thatcher, N. J., Hammersley, R., Rigby, A. S., Pechlivanis, A., Gooderham, N. J., … Courts, F. (2015). Aspartame Sensitivity? A Double Blind Randomised Crossover Study. PLOS ONE, 10(3), e0116212.doi:10.1371/journal.pone.0116212
  20. Shaywitz, B. A., Anderson, G. M., Novotny, E. J., Ebersole, J. S., Sullivan, C. M., & Gillespie, S. M. (1994). Aspartame has no effect on seizures or epileptiform discharges in epileptic children. Annals of Neurology, 35(1), 98–103.doi:10.1002/ana.410350115
  21. Suez, J., Korem, T., Zeevi, D., Zilberman-Schapira, G., Thaiss, C. A., Maza, O., … Elinav, E. (2014). Artificial sweeteners induce glucose intolerance by altering the gut microbiota. Nature, 514(7521), 181–186.doi:10.1038/nature13793
  22. Turnbaugh, P. J., Ley, R. E., Mahowald, M. A., Magrini, V., Mardis, E. R., & Gordon, J. I. (2006). An obesity-associated gut microbiome with increased capacity for energy harvest. Nature, 444(7122), 1027–1031.doi:10.1038/nature05414 
  23. Walton, R. G., Hudak, R., & Green-Waite, R. J. (1993). Adverse reactions to aspartame: Double-blind challenge in patients from a vulnerable population. Biological Psychiatry, 34(1-2), 13–17.doi:10.1016/0006-3223(93)90251-8 
  24. Wiebe, N., Padwal, R., Field, C., Marks, S., Jacobs, R., & Tonelli, M. (2011). A systematic review on the effect of sweeteners on glycemic response and clinically relevant outcomes. BMC Medicine, 9(1).doi:10.1186/1741-7015-9-123

 
Tags:
#suplemen  #suplemen fitnes  #pemanis buatan 
0 Comment
Leave Your Comment

Latest Article