Lemak Jenuh dan Lemak Trans, Mana yang Lebih Jahat?
sfidn.com – Lemak jenuh dan lemak trans merupakan ragam lemak yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung ketika dikonsumsi berlebihan. Daging, minyak kelapa, dan produk susu adalah contoh makanan tinggi lemak jenuh. Sementara biskuit, keripik, dan gorengan adalah contoh makanan tinggi lemak trans. Beberapa dari kita mungkin penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam terkait apa yang sebenarnya membedakan lemak jenuh dan lemak trans, serta jenis lemak mana yang lebih berbahaya bagi kesehatan.
Lemak Jenuh
Kata ‘jenuh’ di sini mengacu pada jumlah atom hidrogen yang mengelilingi setiap atom karbon. Dimana rantai atom karbon menampung sebanyak mungkin atom hidrogen. Diet tinggi lemak jenuh dapat meningkatkan kolesterol total dan mempertahankan kadar LDL berbahaya yang akhirnya mendorong penyumbatan di arteri jantung dan di beberapa bagian tubuh lain. Karena alasan itu, sebagian besar ahli nutrisi menyarankan untuk membatasi asupan lemak jenuh yakni di bawah 10% dari kalori harian.
Meski begitu, sejumlah penelitian terbaru mengungkap bahwa lemak jenuh tidak sepenuhnya terkait dengan peningkatkan resiko penyakit jantung. Sebuah meta-analisis yang diterbitkan di The American Journal of Clinical Nutrition tidak menemukan adanya cukup bukti yang menyimpulkan bahwa lemak jenuh meningkatkan resiko penyakit jantung. Namun, mengganti konsumsi lemak jenuh ke lemak tak jenuh ganda memang dapat mengurangi resiko penyakit jantung.
Harvard Health Publishing juga menyebutkan dua penelitian besar lain yang menyimpulkan bahwa mengganti lemak jenuh dengan lemak tak jenuh ganda seperti minyak nabati atau karbohidrat berserat tinggi adalah cara terbaik untuk mengurangi resiko penyakit jantung. Namun, hal yang sama tidak berlaku apabila mengganti konsumsi lemak jenuh ke karbohidrat olahan.
Lemak Trans
Lemak trans merupakan ragam lemak terburuk. Namun, jenis lemak ini sebenarnya terbagi menjadi dua, yakni lemak trans alami dan lemak trans buatan. Lemak trans alami diproduksi dalam jumlah yang kecil di usus beberapa hewan dan produk turunan hewan tersebut. Sementara lemak trans buatan dihasilkan dari sebuah proses bernama hidrogenisasi, yakni penambahan hidrogen ke dalam cairan minyak untuk membuatnya lebih padat. Proses ini juga lah yang akhirnya mengubah minyak sehat menjadi minyak jahat.
Harvard Health Publishing kemudian menyebutkan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak trans akan meningkatkan jumlah kolesterol LDL berbahaya dan menurunkan jumlah kolesterol HDL bermanfaat. Lemak trans juga dapat menimbulkan peradangan yang terkait dengan penyakit jantung, stroke, diabetes, dan beberapa kondisi kronis lain. Mereka bahkan berkontribusi pada resistensi insulin, yang meningkatkan resiko diabetes tipe 2. Karena tidak adanya manfaat yang ditemukan dari lemak trans, U.S. Food and Drug Administration (FDA) menggolongkan minyak yang dihidrogenisasi parsial seperti minyak sayur sebagai makanan yang tidak aman.
Jadi, Mana yang Lebih Jahat?
Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu hal yang membedakan lemak jenuh dan lemak trans adalah pengaruhnya terhadap kadar kolesterol baik HDL. Perlu diketahui terlebih dulu bahwa HDL dapat menurunkan resiko penyakit jantung disaat LDL meningkatkan resiko penyakit jantung. HDL bertugas mengangkut kolesterol jahat ke dalam hati, dimana nantinya kolesterol jahat akan dihancurkan dan dikeluarkan oleh tubuh melalui feses. Disaat lemak jenuh tidak memengaruhi kadar HDL, lemak trans justru menurunkan kadar HDL sekaligus meningkatkan kadar LDL. Pengaruh terhadap kadar HDL inilah yang menjadikan lemak trans jauh lebih jahat daripada lemak jenuh.
Hal lain yang menjadikan lemak trans jauh lebih jahat daripada lemak jenuh ialah ketiadaan manfaat yang dapat diberikan. Seperti disebutkan sebelumnya, penelitian dan ahli tidak menemukan adanya manfaat dari konsumsi lemak trans. Sementara lemak jenuh masih menjadi perdebatan, sebab dapat memberikan dampak positif juga negatif. Salah satu dampak positif dari lemak jenuh dikatakan oleh peneliti nutrisi yakni Mike Roussels, bahwa lemak jenuh dapat meningkatkan kadar testosteron. Seperti diketahui, ketika hormon testosteron meningkat, maka kekuatan dan massa otot juga dapat meningkat.
Kesimpulan
Lemak jenuh dan lemak trans adalah ragam lemak yang buruk. Keduanya dapat meningkatkan resiko penyakit jantung ketika dikonsumsi secara berlebihan. Namun, lemak trans dua kali lipat lebih berbahaya daripada lemak jenuh. Lemak trans tidak mampu membawa manfaat bagi kesehatan. Sementara lemak jenuh dapat membawa secuil manfaat sehingga masih menjadi perdebatan. Meski begitu, mengganti konsumsi lemak trans ke lemak jenuh bukanlah solusi. Mengurangi porsi konsumsi keduanya lah yang perlu dilakukan. Mulailah mengganti asupan lemak jenuh dan lemak trans dengan lemak sehat seperti lemak tak jenuh tunggal dan ganda. Dengan begitu, resiko beberapa penyakit kronis dapat menurun dan kesehatan dapat meningkat.
Referensi
-
https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/the-truth-about-fats-bad-and-good
-
https://www.heartfoundation.org.au/healthy-eating/food-and-nutrition/fats-and-cholesterol/saturated-and-trans-fat
-
https://www.heart.org/en/healthy-living/healthy-eating/eat-smart/fats/trans-fat
-
https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000838.htm
-
https://www.nhs.uk/live-well/eat-well/different-fats-nutrition/
-
https://my.clevelandclinic.org/health/articles/17385-cardiovascular-disease-prevention--reversal
-
https://www.livestrong.com/article/428268-fat-intake-causes-muscle-growth/
-
Siri-Tarino, P. W., Sun, Q., Hu, F. B., Krauss, R. M. (2010). Meta-analysis of prospective cohort studies evaluating the association of saturated fat with cardiovascular disease. Am J Clin Nutr, 91(3), 535-46. doi: 10.3945/ajcn.2009.27725
-
Mozaffarian, D., Katan, M. B., Ascherio, A., Stampfer, M. J., Willett, W. C. (2006). Trans fatty acids and cardiovascular disease. N Engl J Med, 354(15), 1601-13
-
Oh, K., Hu, F. B., Manson, J. E., Stampfer, M. J., Willett, W. C. (2005). Dietary fat intake and risk of coronary heart disease in women: 20 years of follow-up of the nurses' health study. Am J Epidemiol, 161(7), 672-9
-
Oomen, C. M., Ocké, M. C., Feskens, E. J., van Erp-Baart, M. A., Kok, F. J., Kromhout, D. (2001). Association between trans fatty acid intake and 10-year risk of coronary heart disease in the Zutphen Elderly Study: a prospective population-based study. Lancet, 357(9258), 746-51
-
Toth, P. P. (2005). The “Good Cholesterol”: High-Density Lipoprotein. Circulation, 111(5),e89–e91. doi: 1161/01.CIR.0000154555.07002.CA
-
Chowdhury, R., Warnakula, S., Kunutsor, S., et al. (2014). Association of Dietary, Circulating, and Supplement Fatty Acids With Coronary Risk: A Systematic Review and Meta-analysis. Ann Intern Med, 160(6), 398-406. doi: 7326/M13-1788