Tim Generasi Emas dan Semi-Final Piala Dunia
Info
Tim Generasi Emas dan Semi-Final Piala Dunia
July 10th, 2018

sfidn.com - Saat ini, Piala Dunia 2018 telah memasuki babak semi-final. Empat tim yang tersisa berasal dari benua Eropa, tak ada satupun yang berasal dari benua Asia, Afrika ataupun Amerika. Juaranya pun sudah pasti perwakilan dari benua Eropa, antara Belgia, Inggris, Prancis atau Kroasia. Tapi, piala dunia kali ini tetap saja menarik. Semua prediksi yang dibuat pun menjadi tidak akurat. Tersingkirnya juara bertahan Jerman seolah mengisyaratkan bahwa kejutan yang terjadi pada Piala Dunia kali ini akan lebih banyak lagi.

Di babak 16 besar, tuan rumah Rusia mampu mengejutkan publik dengan memulangkan tim unggulan Spanyol. Sama halnya seperti nasib Messi dan Ronaldo CS yang harus pulang kampung di babak 16 besar. Publik pencinta sepak bola seperti tidak mampu memberikan kata maaf untuk kedua pemain terbaik dunia ini. Cerita pun berlanjut dengan Brasil yang tumbang di tangan generasi emas Belgia. Juga timnas Kroasia yang seolah dimudahkan jalannya untuk menuju semi-final Piala Dunia. Kejutan yang terjadi pada Piala Dunia kali ini tentu masih akan terjadi di babak semi final. Semua perhitungan yang dilakukan oleh para peneliti sepak bola seolah mentah dan publik dunia seakan sepakat bahwa tak ada tim yang mampu dijadikan favorit juara pada Piala Dunia tahun ini.

 

Pertandingan Perancis Melawan Belgia


Babak pertama semi-final Piala Dunia akan menyajikan duel Perancis melawan Inggris yang digelar di Saint Petersburg Stadium. Duel pertandingan ini bisa dikatakan semi-final bernuansa final karena materi dari keduat tim yang sangat mewah. Head to head pada setiap pemain diprediksi akan sangat sengit. Walaupun publik lebih dominan untuk menjagokan Perancis, namun Belgia tengah dipersenjatai dengan generasi emas yang tak kenal ampun dalam menghadapi tim asuhan Didier Deschamps. Pasca menjadi jawara grup G, Eden Hazard CS selalu melaju mulus di babak berikutnya dengan menumbangkan Jepang dan bahkan Brasil.

Sementara itu, langkah yang dihadapi tim Griezman dan kawan-kawan begitu cukup terjal.  Mereka hanya berhasil mendapatkan 7 poin di fase grup dengan dua kali memang dan sekali seri. Di babak Knock-Out dan semi-final barulah mereka tampil meyakinkan dengan menumbangkan Argentina 4-3 dan menang telak 2-0 atas Uruguay.

Berkaca dari data diatas, skuad timnas Belgia dan Perancis mengalami peningkatan penampilan yang berbeda. Belgia seolah mampu mendapatkan penampilan terbaiknya pada babak grup sedangkan Perancis baru mendapatkan setelan mesinnya di laga-laga akhir. Dan biasanya, tim yang cenderung memiliki gaya anti-klimaks seperti Perancis mampu menjadi juara pada berbagai event. Tapi, mitos tersebut sepertinya tidak berlaku di Piala Dunia 2018.

Ada berbagai data dan fakta menarik sebelum pertandingan ini berlangsung. Pertama, Skuat timnas Perancis sangatlah beragam. Media asing banyak yang menyebut tim ini dengan "black, blank, beur" atau memiliki pengertian bebas “hitam, putih dan Arab”. Hal tersebut tentu dilatar belakangi dengan penduduk Perancis yang di isi oleh imigran dan keturunan imigran dari berbagai benua. Seperti pemain belakang mereka, Samuel Umtiti yang lahir di Kamerun. Lalu N’golo Kante yang terlahir diparis dengan kedua orangtuanya yang imigran Mali. Paul Pogba pun begitu, dia lahir di Perancis namun orang tuanya berasal di Guinea. Pemain yang tengah bersinar, Kylian Mbappe pun dibesarkan dalam keluarga imigran. Ayahnya adalah orang Kamerun sedangkan ibunya adalah dari Aljazair. Pasukan Rode Duivels harus bekerja ekstra keras lagi pada laga ini karena mereka bukan hanya akan melawan Perancis saja namun sejatinya mereka akan melawan bangsa-bangsa lain yang menjadi satu dalam Timnas Perancis.

Hal serupa pernah terjadi pada Final Piala Dunia ’98. Saat itu, tercatat setidaknya ada lima pemain imigran yang masuk menjadi starter saat melawan Brasil. Mereka adalah Odenke Abbey atau biasa dikenal Marcel Desailly yang lahir di Ghana. Lalu ada Thuram yang hidup di Kepulauan Karibia. Lalu ada seorang Lifou bernama Christiano Kareumbeu, Lifou adalah wilayah kecil di kawasan Samudra Pasifik. Selanjutnya, ada Youri Djorkaeff yang merupakan keturunan Armenia bercampur Polandia. Dan yang terakhir adalah Zinadine Zidane, pria keturunan Aljazair yang dianggap sebagai pahlawan Perancis berkat dua golnya di final Piala Dunia ’98. Kejadian tersebut masih terus terlintas di benak Lilian Thuram, terutama pada detik-detik menjelang kick-off. "Saya ingat persis ketika kami akan berjalan masuk ke lapangan dan melihat pemain Brasil. Lantas saya berpikir mereka tak akan pernah bisa menang, karena mereka hanya 11 sedangkan kami ada jutaan". imbuhnya kepada media BBC.

Terlepas dari Perancis yang bermain di markasnya sendiri, Thuram lantas mengingat kembali bagaimana timnya memiliki kekuatan pemain dari berbagai benua seperti dari Afrika, Pasifik dan Eropa Timur. Pasukan Les Blues muda saat ini nampaknya perlu mendengarkan perkataan Thuram. Keberadaan Umtiti, Pogba, Kante dan Mbappe yang seolah menciptakan perpecahan, justru malah disatukan oleh pemain asli Perancis untuk menciptakan kekuatan yang besar. Sebuah sinyal waspada yang harus di tangkap oleh timnas Belgia.


Walaupun begitu, Belgia tetap tidak kenal ampun dalam melawan kekuatan besar Perancis. Revolusi yang dibuat oleh Michael Sablon, memang terlihat sulit dikalahkan. Armada generasi emas didalamnya membuat pelatih Roberto Martinez cukup percaya diri untuk menghadapi duel tersebut. Satu lagi kartu As yang dimiliki Belgia dalam menghadapi Perancis adalah adanya sosok Thierry Henry. Yap, pria berpaspor Perancis ini adalah asisten pelatih Roberto Martinez. Martinez cukup cerdik dalam memilih Henry mengingat pengalamannya yang telah menjuarai Piala Dunia ’98 yang saat itu masih berusia 20 tahun. Hasilnya, Legenda Arsenal itu pun mampu menginspirasi tim untuk lebih antusias dalam menghadapi berbagai laga. Timnas Belgia pun berhasil mengemas 14 gol dari 5 laga yang telah dilakukan. Artinya, Skuad ini memiliki rata-rata gol 2.8 per pertanfingannya. Tingkat produktivitas tersebut melonjak jika dibandingkan dengan Piala Eropa 2016 yang  hanya mampu mencetak 9 gol pada semua pertandingan atau rata-rata 1.8 per pertandingan. Bahkan, pada Piala Dunia 2014, mereka hanya bisa mecetak 5 gol dalam 5 laga.

Namun, perasaan dilematis yang dihadapinya untuk bertanding melawan Perancis nampaknya disikapi dengan professional. Bahkan Sindiran Giroud yang mengatakan bahwa Henry salah memilih kamp latihan tidak direspon olehnya. Suatu pertanda pahwa Henry memang sedang serus dan percaya diri dalam menghadapi laga ini.


Kroasia kontra Inggris


Luzhniki Stadium pun akan menyelenggarakan babak semi-final dengan mempertemukan dua tim besar Inggris dan Kroasia. Gaya permainan cepat dengan istilah Kick n’ Rush milik Inggris akan diadu oleh permainan cerdas ala Luka Modric cs. Pertandingan ini diprediksi akan berjalan ketat dan menghibur.

Kroasia telah tampil sempurna di babak grup penyisihan dan melanjutkan babak 16 besar serta perempat-final dengan konsisten. Mereka berhasil memulangkan Denmark dan menyingkirkan tuan rumah Rusia lewat drama adu penalti. Sedangkan Inggris dengan status Runner-Up grupnya mampu mengalahkan Kolombia dan Swedia. Kroasia disebut sebagai tim kuda hitam yang lolos pada babak semi-final. Walaupun begitu, peran pemain berkelas internasional dalam timnas Kroasia memang dirasa menakutkan. Kombinasi Ivan Rakitic dan Luka Modric yang di bopong oleh Marcelo Brozovic dan Mateo Kovacic akan sangat mengancam Harry Kane CS.


The Three Lion yang sedang berada pada euforia kemenangannya pun tak ingin melepaskan momen tersebut begitu saja. Semboyan “Juara atau tidak ada pilihan lain” telah mereka teriakkan. Hal itu meningkatkan luapan emosi para pendukung timnas Inggris, sedangkan armada Southgate sudah terlanjur tiba di partai semifinal. Euforia terus mengangkasa dilangit Britania Raya. Para pendukung dan Hooligan yang awalnya tidak begitu berharap banyak pada timnas membuat tekanan para pemain menjadi kecil. Tapi sekarang, kobaran api harapan masyarakat inggris sudah semakin besar. Bahkan mereka terus meneriakan “Football is coming Home”.


Berkaca dari pengalaman sebelumnya, harapan berlebihan yang dibuat oleh pendukung Inggris seolah selalu menjadi kutukan sendiri untuk para pemain. Akbatnya, Timnas Inggris selalu gagal dalam mencapai partai final walaupun materi pemain didalamnya begitu sangat kuat. Hal tersebut pun terjadi pada semi-final Piala Dunia kali ini. Tekanan besar yang ada dipundak para pemain Inggris pasca berhasil menyingkirkan tuan rumah Rusia seolah telah membuang kutukan penalti timnas Inggris. Celah tersebut seolah sedang dinikmati oleh tim generasi emas Kroasia dengan statusnya sebagai kuda hitam yang tanpa beban pada pagelaran Piala Dunia kali ini. Seluruh harapan dan tekanan publik Inggris mau tak mau harus diubah menjadi kemenangan oleh para pemain.

 

 SFIDN Baca juga

 

Partai semi-final kali ini akan terasa sangat spesial dari pada partai semi-final Piala Dunia sebelumnya, karena kita nanti pasti akan melihat pemberitaan adanya seorang legenda sepakbola Perancis yang dihina negerinya sendiri dan dicap sebagai pahlawan. Lalu dihari selanjutnya kita akan bisa menikmati perjalanan sang kuda hitam di pentas Piala Dunia.

SHARE